وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

Selasa, 08 November 2011

Sunnah dan Syiah Bersatu? Mungkinkah?!

Segala puji yang sebenar-benarnya milik Alloh . Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi yang tiada nabi setelahnya, kelurganya, para sahabatnya serta orang-orang yang seanantiasa mengikuti petunjuknya.

Ketahuilah, semoga Allah menjagamu dari berbuat jahil dan dari kejahilan orang-orang yang jahil. Saudariku telah ada di tengah-tengah kita orang-orang yang jahil yang menyeru kepada  pendekatan antara sunni-syiah. Sungguh bodoh apa yang mereka serukan, hal ini bak menyatukan susu dengan racun, takan ada satupun yang mau meminumnya. Mana mungkin seorang ahlussunnah yang beraqidah hanif akan bersatu dengan ahlu bid’ah beraqidah rusak.

Saudaraku, semoga Alloh memberikan petunjuk kepadamu untuk taat kepada-Nya. Risalah singkat ini saya salin dari salah satu bab dalam Syarah Ushulus Sunnah Imam ahmad bin Hanbal yang disarah oleh Syaikh walid Bin Muhammad Nubaih. Dalam risalah ini akan dibahas tentang kesesatan Syiah, Perbandingan antara Syiah dan ahlu kitab serta Bantahan terhadap mereka yang menyeru kepada pendekatan sunni-syiah.

Kesesatan Syiah
Imam Ahmad bin hanbal berkata dalam ushulus sunnah pada pon ke-44, “Barangsiapa yang mencela salah seorang sahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam atau membencinya karena suatu kesalahan darinya, atau menyebutkan kejelekan-kejelekannya, maka dia adalah seorang ahlu bid’ah, (dan dia akan tetap seorang ahlu bid'ah) hingga dia menyayangi mereka semua dan hatinya bersih dari (sikap membenci atau mencela) mereka.”

Dalilnya adalah sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam,
Artinya : “Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai (pahala infaq) segenggam (1 mud) salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". [Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy]

Apabila kamu telah mengetahui hal itu maka menjadi jelas bagimu penyimpangan dan kesesatan yang ada pada orang-orang rafidhoh (salah satu firqoh syiah), dimana mereka telah mencela dan melaknat para sahabat Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dan hati-hati mereka telah terpenuhi kedengkian terhadap mereka (para sahabat Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam), dan mereka berpendapat bahwa khilafah dan kepemimpinan itu tidak ada melainkan pada keluarga Ali (bukan kepada Abu Bakar, Umar, dan Utsman ridhwan allahu ajmain).

Pernah ada seorang laki-laki menyebutkan kejelekan ‘aisyah rodhiallohu ‘anha (dengan menuduhnya berzina) di hadapan Utbah bin ‘Abdulloh al hamdani al qadhi, maka ia (utbah) berkata kepada seorang pemuda, “wahai ghulam (panggilan untuk anak muda dalam bahasa arab) penggellah lehernya!” Maka orang-orang ‘alawiyyun (keturunan Ali) berkata kepadanya, “orang laki-laki ini termasuk golongan kami (dari syiah).” Lalu Utbah berkata, “Aku berlindung kepada Alloh, orang ini telah menikam kehormatan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam. Alloh berfirman :

“wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An Nur: 26)

(Ayat ini menunjukkan kesucian 'Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik Maka pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau.)

Apabila ‘Aisyah rodhiallohu ‘anha adalah wanita yang keji maka Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam adalah laki-laki keji. Maka ia (orang yang menuduh ‘aisyah dengan kekejian) adalah orang kafir, maka penggallah lehernya, lalu merekapun memenggal lehernya.” [al laalika’i :2402]

Imam Asy Syafi’i berkata, “tidaklah aku melihat dalam perkara hawa nafsu suatu kaum yang lebih sering bersaksi palsu daripada orang-orang rafidhoh.” [al laalika’i:2811]

Perbandingan Syiah dan Ahlu Kitab
Diriwayatkan dari asy sya’bi, ia berkata, “wahai Malik (maksudnya Malik bin Mighwal al Kufi, Abu ‘Abdillah tsiqotun (terpecaya) tsabtun (kuat), jama’ah ulama meriwayatkan darinya], sekiranya aku menginginkan agar mereka (orang-orang rafidhoh) memberikan budak-budak mereka padaku dan memenuhi rumahku dengan emas agar supaya aku berdusta untuk mereka atas Ali, niscaya mereka melakukannya. Akan tetapi, Demi Alloh aku tidak akan berdusta atasnya selamanya. Wahai Malik, sesungguhnya aku telah mempelajari perkara-perkara hawa nafsu semuanya, namun aku tidak melihat suatu kaum yang mana mereka lebih dungu dari Kasyabiyyah (salah satu sekte syiah). Seandainya mereka tergolong binatang, maka sungguh mereka adalah keledai-keledai. Dan seandainya meeka tergolong binatang burung, maka sungguh mereka itu burung-burung rakhom (jenis burung yang terkenal memiliki sifat ingkar janji atau sifat kotor)” [An Nihayah, karya Ibnul Al Atsir: (2/212)]

Dan ia berkata: Aku peringatkan kamu dari hawa nafsu-nafsu yang menyesatkan, dan seburuk-buruknya adalah rafidhoh. Hal itu karena ada diantara mereka orang-orang yahudi yang mencela agama islam agar kesesatan mereka menjadi hidup, sebagaimana (bagi orang-orang Yahudi dan nasrani) Bulis bin Syaul (atau syawudz) mencela seorang raja. Mereka itu tidaklah masuk islam dikarenakan rasa cinta dan takut kepada Alloh, akan tetapi dikarenakan kebencian dan celaan mereka kepada orang-orang muslim. Sehingga Ali bin abi tholib rodhiallohu ‘anhu membakar mereka dengan api dan mengasingkan mereka ke beberapa negeri. Diantaranya: ‘abdulloh bin saba diasingkan ke negeri sabath, ‘abdulloh bin syabab dan abu al kurusy serta anaknya diasingkan ke negeri jazat. Itu karena ujian orang-orang rafidhoh adalah (sama seperti) ujian orang-orang Yahudi (bagi kaum muslimjin):

  1. Orang-orang yahudi berkata, “Kerajaan itu tidak layak kecuali bagi keluarga Dawud.” Dan Orang-orang rafidhoh mengatakan, “kepemimpinan itu tidak layak kecuali bagi keluarga Ali.”
  2. Orang-orang yahudi berkata, “Tidak ada jihad fi sabilillah (di jalan Alloh) samapi Al Masih Dajjal keluar atau Nabi Isa turun dari langit.” Sedangkan orang-orang rafidhoh mengatakan, “Tidak ada jihad sehingga Imam Mahdi keluar kemudian ada yang mengumandangkan jihad dari langit”
  3. Orang-orang Yahudi mengakhirkan sholat maghrib sampai bintang-bintang menjadi jelas cahayanya. Demikian pula halnya rafidhoh. Padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “umatku senantiasa dalam keadaan fitrah selama mereka tidak mengakhirkan sholat maghrib hingga bintang-bintang menjadi terang cahayanya.” [shohih, lihat Al irwa’ (917)]
  4. Orang-orang Yahudi sedikit berpaling dari arah kiblat. Demikian pula halnya orang-orang rafidhoh.
  5. Orang-orang yahudi memanjangkan pakaiannya (dibawah mata kaki). Demikian pula rafidhoh. Padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah melewati seseorang yang memanjangkan pakaiannya (dibawah mata kaki), lalu beliau menjadikannya berepakaian diatas mata kaki.
  6. Orang-orang Yahudi merubah kitab taurot. Demikian pula orang-orang rafidhoh, mereka telah merubah al Qur’an.
  7. Orang-orang Yahudi berpendapat wanita tidak memiliki masa ‘iddah. Demikian pula orang-orang rafidhoh.
  8. Orang-orang Yahudi membenci Malaikat Jibril dan mengatakan, “Dia (jibril) adalah musuh kami.” Demikian pula sebagian orang rafidhoh, mereka mengatakan, “Jibril keliru dalam menyampaikan wahyu kepada Muhammad.”

Orang-orang Yahudi dan Nasroni lebih utama dibanding orang-orang rafidhoh dengan dua perkara: (yaitu)
  1. Orang-orang yahudi ditanya, “Siapakah orang terbaik dari pemeluk agama kalian?” mereka menjawab, “Para sahabat Nabi Musa.” Dan orang-orang Nasroni ditanya, “siapakah orang terbaik dari pemeluk agama kalian?” mereka menjawab, “Para sahabat Nabi Isa.”
  2. Sementara orang-orang Rafidhoh ditanya, “siapakah seburuk-buruk orang dari pemeluk agama kalian?” Mereka menjawab, “Para sahabat Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam”

Mereka (orang-orang rafidhoh) diperintahkan agar memintakan ampunan untuk mereka (para sahabat nabi) malah justru mencelanya. Maka pedang (pantas) dihunuskan kepada mereka hingga hari kiamat. Kaki mereka tidak akan kokoh dan panji mereka tidak akan tegak serta kalimat (persatuan) mereka tidak akan terwujud. Da’wah mereka terbatalkan dan persatuan mereka tercerai berai. Setiap kali mereka menyalakn api peperangan, maka Alloh akan selalu memadamkannya.” [Al Laalika’i (4/1461)]

Muhammad bin Subaih as Sammak berkata, “Aku telah mengetahui bahwa orang-orang Yahudi tidak mencela para sahabat Nabi Musa, dan orang-orang Nasrani tidak mencela para sahabat Nabi Isa. Maka bagaimana dengan keadaanmu wahai orang bodoh, kamu mencela para sahabat Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam? Aku telah tahu dari (pintu) mana kamu datang? Dosamu tidak menyibukkan dirimu. Sekiranya kamu tersibukkan oleh dosamu, niscaya kamu akan merasa takut pada Robbmu. Sungguh termasuk dari Dosamu adalah kamu lalai dari orang-orang jahat, celakalah kamu. Bagaimana kamu tidak lalai dari (membicarakan kesalahan) orang-orang baik (yakni para sahabat)? Sekiranya kamu termasuk orang-orang baik, niscaya kamu tidak akan mencela  orang-orang berbuat kekeliruan, bahkan kamu berharap bagi mereka rahmat dari Dzat yang Maha Penyayang. Akan tetapi, (memang) kamu termasuk orang-orang buruk, maka dari itu kamu mencela para syuhada’ (orang-orang yang mati syahid) dan orang-orang sholih. Wahai pencela para sahabat Nabi, sekiranya kamu tidur dimalam harimu, dan berbuka puasa di siang harimu, maka itu lebih baik bagimu daripada kamu menghidupkan malam harimu dengan qiyamul lail  dan siang harimu dengan puasa sedangkan kamu mencela orang-orang baik (para sahabat Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam). Dan bergembiralah kamu dengan sesuatu yang tiada kegembiraan didalamnya, jika kamu tidak bertaubat dari apa yang kamu lihat dan dengar. Celakalah kamu! Mereka (para sahabat Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam) telah dapat kemuliaan dalam perang Badr, dan mereka (juga) telah mendapatkan kemuliaan dalam perang Uhud, sebab mereka semuanya telah mendapatkan ampunan dari Alloh, sebagaimana firmanNya:

“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan Sesungguhnya Allah telah memberi ma'af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”. (QS. Ali ‘Imron : 155)

Dan kamipun berhujjah dengan akhlaq nabi Ibrohim Kholilur Rohman (kekasih Alloh), dia berkata :

Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, Maka Barangsiapa yang mengikutiku, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golonganku, dan Barangsiapa yang mendurhakai Aku, Maka Sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ibrohim : 36)

Beliau (nabi Ibrohim) telah menawarkan ampunan bagi orang yang durhaka. Sekiranya beliau mengatakan, “sesungguhnya Engkau Maha perkasa lagi Maha Bijaksana, dan adzab-Mu adalah adzab yang pedih.” Maka berarti beliau telah menampakan sifat balas dendam (tapi bliau tidak melakukannya). Maka dengan (perbuatan) siapakah kamu berhujjah (untuk perbuatanmu) wahai orang bodoh. Sungguh seburuk-buruk kholaf (yaitu orang-orang yang datang setelah generasi salaf) adalah orang-orang yang mencela orang-orang salaf (yang sholih). Sungguh satu orang yang sholih dari generasi salafush sholih itu lebih baik dari seribu orang dari generasi Kholaf. Mereka (para sahabat nabi shollallohu ‘alaihi wasallam) telah mendapatkan ampunan dari Alloh, sebagaimana firmanNya,

Sesungguhnya Allah telah memberi ma'af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Qs. Ali ‘Imron : 155)

Maka apa yang akan kamu katakan kepada orang yang telah diampuni oleh Alloh? [al laalika’i: 2819]

Bantahan terhadap mereka yang menyeru kepada pendekatan sunni-syiah
Maka hendaklah orang-orang yang menyeru kepada pendekatan antara sunnah dan syiah—sebagaimana mereka sangka—Bertakwalah Kepada Alloh. Perumpamaan mereka seperti orang yang dijelaskan oleh Alloh dalam kitabNya

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),” (QS. An Nisa’ :150)

Dan disana hanya ada satu jalan dan satu golongan, yaitu golongan yang selamat, yang dimenangkan dan tampil (dengan kebenaran) hingga hari kiamat. Maka atas dasar apakah mereka (syiah dan sunnah) dapat bertemu? Mereka adalah (seperti yang digambarkan Alloh)

Mereka dalam Keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (QS. An Nisa’ :143)

Dan Nabi memberikan perumpamaan untuk perkataan mereka,
perumpamaan seorang munafik itu seperti seekor domba yang pulang pergi tidak jelas antara dua domba. Terkadang ia pergi ke domba ini dan terkadang ia pergi ke domba itu. Ia tidak tahu domba mana yang akan ia ikuti.” (HR. Muslim : 2784)

Ya Alloh, tampakkanlah kepada kami kebenaran sebagai kebenaran, dan anugerahkanlah kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kepada kami kebathilan sebagai kebathilan, dan anugerahkanlah kepada kami kemampuan untuk menjauhinya. Dan tunjukkilah kami kepada kebenaran dalam perkara yang di perselisihkan, dengan izinMu. Sesungguhnya Engkau menunjuki siapa saja yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar